Welcome to SD Negeri Karangayu 03 Semarang Blogspot

Selamat Datang Di SD Negeri Karangayu 03 Semarang.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, 30 June 2013

Juknis Padamu Negeri Bagi PTK


PADAMU NEGERI (singkatan dari Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan Layanan Sistem Informasi Terpadu Online
yang dibangun oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan - Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP).


PADAMU NEGERI dibangun sebagai pusat layanan data terpadu yang bersumber
dari/ke sistem transaksional BPSMPK-PMP Kemdikbud lainnya, meliputi: Evaluasi Diri
Sekolah (EDS), NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Sertifikasi PTK,dan Diklat PTK.

PADAMU NEGERI juga terbuka untuk menjadi salah satu layanan pusat sumber data
bagi program-program terkait lainnya baik di lingkungan internal atau eksternal Kemdikbud.

Melalui PADAMU NEGERI ini, BPSDMPK-PMP berupaya mendorong terwujudnya
program - program pembangunan untuk peningkatan Mutu Pendidikan Nasional baik di tingkat pusat dan daerah dengan terpadu yang berbasis pada data-data yang faktual, transparan, obyektif, akurat, akuntabel dan berkesinambungan.
 
Mari bersama kita tingkatkan Mutu Pendidikan Nasional yang berkesinambungan
demi mencerdaskan generasi bangsa saat ini dan masa depan dengan semangat membangun bersama PADAMU NEGERI INDONESIA-ku.



Juknis Padamu Negeri Bagi PTK -

Sekolah Dilarang Potong BSM


Jakarta --- Salah satu bentuk kompensasi dari penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah bertambahnya jumlah penerima Bantuan Siswa Miskin (BSM). Tahun lalu siswa penerima BSM berjumlah 5,9 juta orang, sedangkan tahun ini melonjak menjadi 13,5 juta orang. BSM akan disalurkan langsung ke siswa melalui sekolah, tanpa ada potongan dari sekolah.

"Sekolah tidak boleh mengambil BSM untuk alasan apapun," tegas Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Ainun Na’im, saat talkshow di Radio KBR 68H, pada Rabu pagi (26/6), di studio Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud, Jakarta. Besaran BSM untuk SD sebesar Rp 225.000/semester/anak, untuk SMP sebesar Rp 375.000/semester/anak, dan untuk SMA/SMK sebesar Rp 500.000/semester/anak.

Ainun juga menjelaskan, anggaran untuk BSM diambil dari 20% alokasi dana untuk pendidikan dari total APBN. “Bukan hanya BSM yang sekarang, tapi juga BSM sebelumnya,” tuturnya. Anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN tersebut tidak seluruhnya dikelola Kemdikbud, melainkan didistribusikan ke daerah.

Ia juga menjelaskan, saat ini masih merupakan periode identifikasi untuk keluarga miskin yang berhak mendapatkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS). KPS digunakan untuk mengambil BSM dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Periode identifikasi tersebut akan berlangsung hingga akhir Juli.

Saat ini, katanya, KPS sudah didistribusikan ke 5,6 juta keluarga miskin. Sedangkan berdasarkan data, ada sekitar 15,5 juta keluarga yang berhak menerima KPS. Untuk memastikan pembagian KPS tepat sasaran, dilakukan pengecekan di lapangan. Misalnya di kelurahan atau desa, pengecekan lapangan akan dilakukan langsung oleh perangkat desa atau musyawarah desa.

Bagi keluarga yang merasa berhak mendapatkan KPS namun belum terdaftar sebagai penerima, bisa melapor ke posko yang sudah ditentukan. “Kalau sekarang ada anggota masyarakat yang tidak mampu, tapi tidak menerima KPS, segera hubungi kelurahan atau pos pengaduan di Kementerian Sosial atau UKP4,” imbau Ainun.

Untuk pengaduan mengenai BSM, masyarakat bisa melapor ke Kemdikbud melalui call center 177, sms ke nomor 0811976929, dan email ke pengaduan@kemdikbud.go.id. Pengaduan juga bisa disampaikan ke Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) melalui sms ke nomor 1708 atau mengunjungi situs www.lapor.ukp.go.id.

Sumber: Kemdikbud

Harga BBM Naik, 13,5 Juta Pelajar Akan Terima Bantuan Siswa Miskin

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh
SURABAYA, KOMPAS.com - Sebanyak 13,5 juta pelajar di Indonesia akan menerima dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM) sebagai salah satu bentuk kompensasi terhadap kenaikan harga bahan bakar minyaK (BBM) bersubsidi. Para siswa yang mendapatkan bantuan dari program ini sudah terdata dan memiliki bukti identitas lengkap di Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau sama dengan yang dimiliki keluarga berpenghasilan rendah untuk mendapatkan program Bantuan Langsung Sementara Masyarkat (BLSM).

"Angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 5,9 juta pelajar. Semua pelajar dari tingkatan SD/MI, SMP/MTS, SMA/K/MA sesuai persyaratan yang berlaku akan menerimanya," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh kepada wartawan di sela-sela pemantauan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) di Surabaya, Sabtu (22/6/2013).

Per anak setiap setahun, kata Nuh, mendapatkan bantuan sebesar Rp 450 ribu untuk siswa tingkat SD/MI, Rp750 ribu untuk siswa SMP/MTS, dan Rp1 Juta untuk SMA/K/MA. Tahun ini, pencairan dana akan diberikan langsung ke siswa bersangkutan pada minggu ke-4, Juli 2013, atau setelah masa tahun ajarn baru.

"Siswa hanya menunjukkan kartu pelajar atau rapot ke petugas pos yang mendatangi sekolah masing-masing. Kami tidak khawatir ada kesalahan atau penyelewengan data karena nama yang ada sudah tercantum dalam data milik petugas sesuai KPS," kata mantan Rektor Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut.

Nuh juga menjelaskan, kenaikan jumlah pelajar yang cukup signifikan dibandingkan tahun lalu atau sebelum kenaikan BBM karena angka kemiskinan di Indonesia mencapai 11 persen. Padahal, warga yang mendekati miskin ada, sehingga begitu ada gejolak harga maka dikhawatirkan akan jatuh.

"Jadi, tidak hanya 11 persen yang menerima, namun diambil 40 persen beserta yang mendekati miskin itu. Dari jumlah tersebut terhitung sebesar 15,5 juta warga. Setelah dihitung berdasarkan aturan, tercatat angka 13,5 juta anak kurang mampu berusia di bawah usia 18 tahun yang harus bersekolah," katanya.

Tak hanya itu, setiap siswa penerima program ini akan mendapat tambahan dana Rp200 ribu sebagai biaya personal. Uang tersebut, lanjut dia, diharapkan bisa digunakan untuk membeli seragam, tas, buku, sepatu atau keperluan sekolah lainnya.

"Kami tidak ingin melihat ada anak yang putus sekolah dengan alasan tidak memiliki dana. Dengan adanya program BSM, pihaknya berharap semua anak di Tanah Air mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi," kata mantan Menteri Komunikasi dan Informatika tersebut.

Sementara itu, total anggaran yang dikeluarkan negara khusus untuk program BSM mencapai sekitar Rp7,4 triliun lebih. Rinciannya, Rp6 triliun lebih untuk siswa di naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan sisanya sekitar Rp1,4 triliun diperuntukkan siswa di bawah Kementerian Agama.

"Pemerintah tidak membedakan apakah siswa penerima BSM sekolah di negeri, swasta atau madrasah. Selama namanya tercatat dan terdata berhak menerima maka tidak ada alasan untuk tidak diberikan," kata Nuh.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah juga memberikan bantuan program bantuan "Bidik Misi" untuk mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi, tetapi memiliki potensi akademik memadai. Progam ini memberikan bantuan biaya pendidikan dan bantuan biaya hidup selama menjadi mahasiswa.

Sumber : Antara

Misteri Pelaksanaan Sertifikasi Guru


Pada 14 Maret 2013, Bank Dunia meluncurkan publikasi: ”Spending More or Spending Better: Improving Education Financing in Indonesia”. Publikasi itu menunjukkan, para guru yang telah memperoleh sertifikasi dan yang belum ternyata menunjukkan prestasi yang relatif sama.

Program sertifikasi guru yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama beberapa tahun terakhir ternyata tidak memberi dampak perbaikan terhadap mutu pendidikan nasional. Padahal, penyelenggaraannya telah menguras sekitar dua pertiga dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen APBN (hal 68). Pada 2010, sebagai contoh, biaya sertifikasi mencapai Rp 110 triliun!

Kesimpulan Bank Dunia itu diperoleh setelah meneliti sejak 2009 di 240 SD negeri dan 120 SMP di seluruh Indonesia, dengan melibatkan 39.531 siswa. Hasil tes antara siswa yang diajar guru yang bersertifikasi dan yang tidak untuk mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, serta IPA dan Bahasa Inggris diperbandingkan. Hasilnya, tidak terdapat pengaruh program sertifikasi guru terhadap hasil belajar siswa, baik di SD maupun SMP.

Tiga implikasi

Publikasi Bank Dunia tersebut bagai tumpukan misteri yang mengingatkan saya pada film dokumenter An Inconvenient Truth (2006) yang disutradarai Davis Guggenheim.

Film ini mengisahkan kerisauan mantan Wapres (AS) Al Gore atas realitas-realitas berbahaya terhadap pemanasan global yang memerlukan tanggung jawab semua pihak. Analog dengan film dokumenter itu, publikasi Bank Dunia ini memuat begitu banyak realitas berbahaya bagi masa depan bangsa yang perlu pembenahan secepatnya.

Bertolak dari temuan Bank Dunia tersebut, kelihatannya terdapat tiga implikasi penting yang mendesak dibenahi. Pertama, bagaimana menghilangkan pola formalitas penyelenggaraan program sertifikasi guru.

Program ini sesungguhnya tuntutan yang diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mewajibkan seluruh guru disertifikasi dan diharapkan tuntas sebelum 2015. Upaya ini semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.

Sejak 2005, guru-guru telah diseleksi untuk mengikuti program sertifikasi berdasarkan kualifikasi akademik, senioritas, dan golongan kepangkatan, seperti harus berpendidikan S-1 dan jumlah jam mengajar 24 jam per minggu. Indikator ini digunakan untuk memperhatikan kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan emosional mereka.

Sejak itu, sekitar 2 juta guru telah disertifikasi, baik melalui penilaian portofolio pengalaman kerja dan pelatihan yang telah diperoleh ataupun melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) selama 90 jam. Para guru yang telah lulus disebut guru bersertifikasi dan berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar gaji pokok yang diterima setiap bulannya. Pemerintah telah mencanangkan, pada 2015 hanya guru yang bersertifikasi yang diperbolehkan mengajar.

Dengan target tersebut, penyelenggaraan sertifikasi guru kelihatannya telah dipersepsikan sebagai proyek besar yang keberhasilannya diukur secara kuantitatif sesuai target. Akibatnya, proses pelaksanaannya mudah terbawa ke kebiasaan formalitas birokrasi yang ada.

Kedua, bagaimana mengaitkan program sertifikasi guru dengan pembenahan mekanisme pengadaan dan perekrutan calon guru di perguruan tinggi lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Sesuai amanat UU, LPTK adalah perguruan tinggi yang diberi tugas menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Namun, pasca- konversi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan jadi universitas, perhatian mereka sebagai LPTK tidak lagi terfokus ke penyiapan guru, tetapi lebih tergoda ke orientasi non-kependidikan.

Akibatnya, tugas-tugas penyelenggaraan sertifikasi yang dibebankan kepada sejumlah LPTK tak tertangani maksimal. Bahkan, peran dalam penyiapan calon guru tak lagi didasarkan atas perencanaan yang lebih sistemis dan komprehensif.

Meski secara kuantitatif Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah guru terbanyak di dunia, diukur dari rasio guru-siswa, tetapi perekrutan mahasiswa calon guru, terutama di LPTK swasta, seakan tanpa kendali. Studi UNESCO (UIS-2009) menunjukkan, untuk jenjang SD rasio guru-siswa adalah 1:16,61, yang berarti seorang guru hanya mengajar 16-17 siswa. Rasio ini jauh lebih rendah dibandingkan Jepang (18,05), Inggris (18,27), bahkan Singapura (17,44). Secara internasional, rata-rata di seluruh dunia rasionya adalah 1:27,7 atau seorang guru dengan 27-28 siswa. Keadaan serupa juga terjadi di jenjang pendidikan menengah.

Ketiga, bagaimana menyelenggarakan program sertifikasi guru agar lebih berbasis di kelas. Selama ini mereka yang mengikuti PLPG kelihatannya tidak dirancang untuk mengamati kompetensinya mengajar di kelas. Proses sertifikasi guru berjalan terpisah dengan peningkatan mutu proses belajar-mengajar di kelas. Akibatnya, penyelenggaraan program sertifikasi guru tersebut tidak berdampak pada peningkatan mutu secara keseluruhan.

Data menunjukkan, pada 2011, TIMMS (studi internasional tentang matematika dan IPA) melaporkan, untuk matematika skor Indonesia 386, tak jauh beda dengan Suriah (380), Oman (366), dan Ghana (331). Sementara untuk IPA, Indonesia (406) tak jauh beda dengan Botswana (404) dan Ghana (306). Selanjutnya, studi PISA (program penilaian siswa internasional untuk matematika, IPA, dan membaca) pun menunjukkan Indonesia selalu berada pada urutan kelompok terendah di dunia (hal 11).

Fokus ke PBM di kelas

Saya teringat ketika membantu UNESCO sebagai konsultan di Asia-Pasifik pada 1993-1994, ketika mengunjungi Manabo yang berjarak sekitar 300 kilometer dari Manila. Guru-guru di pedesaan sana ternyata akan memperoleh tambahan insentif jika mereka secara nyata berinovasi meningkatkan mutu proses belajar-mengajar (PBM) di kelas.

Cara mengukurnya sederhana. Pengawas atau penilik sekolah cukup mengamati kegiatan PBM secara berkala; apakah terdapat persiapan yang memadai atau tidak, apakah ada media belajar sebagai kreasi inovatif guru atau tidak, dan seterusnya. Pembinaan kesejahteraan dan promosi karier para guru dilakukan dengan berbasiskan pada kinerja dalam meningkatkan kualitas PBM-nya.

Akhirnya, meski penyelenggaraan sertifikasi guru telah berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan guru, yakni dapat menurunkan jumlah guru yang kerja rangkap secara drastis dari 33 persen sebelum sertifikasi ke 7 persen sesudah sertifikasi (hal 73), perubahan apa pun yang dilakukan, kurikulum apa pun yang diberlakukan, dan kebijakan apa pun yang hendak diambil, jika tak menyentuh perbaikan proses belajar-mengajar di kelas, hasilnya akan sia-sia.


Hafid Abbas Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta


Sumber: Kompas

Sekolah Bisa Ajukan Penerapan Kurikulum 2013


JAKARTA, KOMPAS.com - Meskipun penerapan Kurikulum 2013 pada Juli mendatang baru ditetapkan untuk 6.325 sekolah yang tersebar di 295 kabupaten/ kota, sekolah lain yang berminat juga boleh melaksanakan kurikulum baru tersebut. Namun, pemerintah menetapkan sejumlah syarat bagi sekolah yang bukan sasaran jika berminat menerapkan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran baru nanti.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam surat edarannya kepada kepala dinas pendidikan provinsi/ kabupaten/kota di seluruh Indonesia, Rabu (5/6), menyatakan, sekolah yang tidak termasuk sekolah sasaran untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 bisa menerapkan secara mandiri. Namun, pelaksanaannya harus di bawah koordinasi dinas pendidikan daerah.

Oleh karena itu, dinas pendidikan di daerah diminta mendaftarkan sekolah yang berminat menerapkan Kurikulum 2013 melalui laman http://kurikulum.kemdikbud.go.id paling lambat 14 Juni. Dalam pendaftaran, dinas pendidikan diminta memperhatikan soal ketersediaan guru, akreditasi, dan waktu persiapan yang memadai.

Sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013 secara mandiri menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Anggaran pengadaan buku siswa dan guru ditanggung pemerintah daerah. Demikian juga pelatihan guru secara mandiri bisa dilakukan dengan anggaran sendiri, tetapi tetap berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk penyediaan instruktur yang diperlukan.

Penerapan Kurikulum 2013 tahun ini dimulai untuk kelas I dan IV SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA/SMK.

Meskipun persiapan Kurikulum 2013 dikritik karena terkesan dipaksakan, Nuh mengatakan, implementasi pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ini siap sesuai jadwal.

Budiyanto, Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang SMP/SMA DKI Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, DKI Jakarta siap melaksanakan Kurikulum 2013. Semua sekolah di DKI Jakarta diminta menerapkan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran baru nanti.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan, sampai sekarang Kurikulum 2013 belum jelas wujudnya karena dokumen resminya belum beredar di kalangan praktisi pendidikan.


Sumber: Kompas

Juknis Penulisan Ijazah SD 2012/2013



Juknis Penulisan Ijazah SD 2012/2013 -

Saturday, 15 June 2013

Formulir PPD SD Tahun Pelajaran 2013/2014


Formulir PPD dapat diunduh disini


Form PPD SD 2013/2014 -

Panduan Entri Data PPD Kota Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014




Panduan Entri Data PPD Kota Semarang
Tahun Pelajaran 2013/2014
 

1. Siswa datang pada sekolah yang dituju.
2. Membawa syarat – syarat pendaftaran meliputi :

    a. Pas foto terbaru ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar
    b. Kartu Keluarga (KK) yang mencantumkan nama calon peserta didik+foto copy KK (1 lembar)
    c. Surat Keterangan/Sertifikat kejuaraan (I, II atau III) minimal tingkat kecamatan yang 

        dilegalisir sesuai ketentuan (jika ada) dan aslinya
    d. Surat Keterangan dari Kepala Sekolah tempat bertugas yang dilampiri dengan SK terakhir guru 

        atau tenaga kependidikan jika orang tuanya sebagai guru atau tenaga kependidikan
    e. Foto copy Kartu Identitas Miskin (KIM) dan menunjukkan yang asli pada saat verifikasi data 

        (jika ada)
    f. Foto copy ijasah TK jika ada.

Jadwal Kegiatan PPD SD Tahun Pelajaran 2013-2014


Saturday, 8 June 2013

Pengumuman Kelulusan UN SD 2012-2013



Selamat kepada anak-anak yang telah lulus UJian Nasional SD Tahun Pelajaran 2012-2013. Untuk melihat nilai dapat dilihat di SINI


Pengumuman Kelulusan UN SD 2012-2013 -

Friday, 7 June 2013

Format SKHUN 2012-2013




Berikut ini contoh Surat Keterangan hasil Ujian Sementara Tahun  Pelajaran 2012-2013



Surat Keterangan Hasil Ujian 2012-2013 -

Thursday, 6 June 2013

Pengumuman Hasil UN SD 8 Juni 2013


JAKARTA,BB – Jadwal pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) tetap pada 8 Juni 2013.

Bahkan akun resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI di twitter mengatakan penumuman tersebut paling lambat pada 8 Juni 2013.

Berarti pengumuman kelulusan UN SD bisa saja dimajukan untuk tahun ini.
“Pengumuman kelulusan UN SD/sederajat dari satuan pendidikan paling lambat tanggal 8 Juni 2013,”tulis akun resmi Kemdikbud di @Kemdikbud_RI belum lama ini.

Seperti diketahui, Ujian Nasional untuk tingakt SD tahun ajaran 2012/2013 adalah yang terakhir.

UN tahun selanjutnya sudah dihapus dan diganti dengan kurikulum Baru sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang telah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2013 lalu.

Implementasi Kurikulum 2013 Dapat Dipantau Secara Online


Jakarta --- Pemerintah mulai menerapkan implementasi Kurikulum 2013 mulai Tahun Pelajaran 2013/2014 pada 15 Juli mendatang. Masyarakat yang ingin memantau implementasi pelaksanaan kurikulum dapat mengaksesnya secara online melalui laman kurikulum.kemdikbud.go.id.

“Informasi mengenai perkembangan kurikulum bisa dilihat di Sistem Elektronik Pemantauan Implementasi Kurikulum (SEPIK) 2013,” kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim di Kemdikbud, Jakarta, Rabu, (5/6/2013).
Musliar menyampaikan, untuk pengadan tender buku Kurikulum 2013 telah selesai dilaksanakan dan pemenangnya sudah diumumkan. “Insya Allah kalau DIPA sudah disetujui atau keluar dari Kemkeu akan segera dilakukan kontrak dengan pemenang tender,” katanya.

Musliar menyebutkan, sasaran implementasi Kurikulum 2013 sebanyak 6.325 sekolah untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK di 295 kabupaten/kota di 33 provinsi. Dia menyebutkan, anggaran implementasi Kurikulum 2013 sebanyak Rp 829 miliar. Adapun kriteria sekolah sasaran, kata dia, adalah kesiapan sekolah, yang ditandai dengan akreditasinya dan sekolah eks RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). “Diutamakan sekolah akreditasi A, tetapi untuk menjangkau dan proporsional diambil akreditasi B,” katanya.
Menurut Musliar, pelatihan guru dilakukan secara bertingkat mulai dari melatih instruktur nasional, guru inti, dan guru sasaran. Pelatihan untuk guru sasaran, kata dia, akan dilakukan saat liburan sekolah supaya tidak mengganggu aktivitas sekolah. “Untuk instruktur nasional dilakukan 24 Juni," katanya.

Adapun PTK sasaran yang dilatih total sebanyak 74.289 orang meliputi instruktur nasional sebanyak 572, guru inti 4.740, pengawas inti 565, dan guru sasaran 55.762. Kemudian untuk pengawas sasaran 6.325 dan kepala sekolah sasaran 6.325.
Ketua Unit Implementasi Kurikulum Pusat Tjipto Sumadi menyampaikan, SEPIK diluncurkan untuk melakukan pemantauan terhadap implementasi kurikulum yang meliputi distribusi buku, pelaksanaan pelatihan dari instruktur nasional, kepala sekolah, pengawas sekolah, guru inti hingga guru sasaran. “SEPIK menyediakan fitur-fitur yang diperlukan bagi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) untuk mengakses lebih jauh pelaksanaan pelatihan,” katanya.

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Ramon Mohandas menyampaikan, implementasi Kurikulum 2013 dilaksanakan terbatas dan bukan piloting. Dia menyebutkan, pada jenjang SD diterapkan di sebanyak 2.598 sekolah untuk kelas 1 dan 4, sedangkan pada jenjang SMP 1.436 sekolah untuk kelas 7. Sementara pada jenjang SMA di 1.270 sekolah dan SMK di 1.021 sekolah untuk kelas 10.
Pada tahun depan, selain diterapkan pada kelas 1,4,7, dan 10 juga ditambah kelas 2,5,8, dan 11. “Tahun ketiga terimplementasi di semua jenjang,” katanya.

Sumber: Kemdikbud

Buku Teks SD Kurikulum 2013 Berlaku Sekali Pakai


Jakarta--Buku teks pelajaran jenjang sekolah dasar (SD) Kurikulum 2013 akan berlaku untuk sekali pakai. Pada tahun berikutnya, pemerintah akan mencetak buku baru. Pencetakan buku ini akan dilakukan setiap tahun.
“Buku akan dicetak tiap tahun karena buku untuk SD tidak bisa digunakan untuk (peserta didik) berikutnya karena dicoret-coret,” kata Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Ramon Mohandas di Kemdikbud, Jakarta, Rabu (5/6/2013).
Ramon mengatakan, evaluasi peserta didik dilakukan dengan menilai portofolio. Pengukuran, kata dia, dilakukan secara otentik atas apa yang mereka lakukan dan dinilai secara kualitatif. “Semua aktivitas mereka dikumpulkan oleh guru dan bisa dilihat prosesnya dengan tugas yang diberikan,” katanya.
Ramon menyampaikan, pemerintah akan mencetak buku dan dibagikan kepada sebanyak jumlah peserta didik dan diberikan secara gratis. “Orang tua tidak akan dibebani. Dicetak gratis,” katanya.
Ramon mengatakan, untuk jenjang SD  kelas 1 disiapkan sebanyak 10 buku untuk dua semester. Dia menyebutkan, untuk kelas 1 ada sebanyak delapan buku tema ditambah dengan buku agama. Namun, kata dia, buku yang dicetak saat ini baru untuk semester 1 sebanyak 5 buku masing-masing terdiri atas satu buku agama dan empat buku tema.
“Seharusnya untuk satu tahun kelas 1 ada 8 tema dan kelas 4 ada 9 tema.  Tapi sekarang yang dikembangkan baru 4 buku pertama saja. Buku semestar kedua dikembangkan setelah ini selesai semua dan akan digunakan Januari tahun depan,” kata Ramon.

Adapun buku untuk jenjang SMP meliputi agama, PKN, bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya, prakarya, bahasa Inggris, serta pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan. Sementara untuk jenjang SMA ada sembilan mata pelajaran yang wajib, tetapi yang dicetak baru tiga mata pelajaran yaitu sejarah, bahasa Indonesia, dan matematika.

Sumber: Kemdikbud

Saturday, 1 June 2013

Ini Dia Daftar Peserta UN SMP/MTs 2013, Sekolah, dan Provinsi dengan Rerata Nilai UN Murni Tertinggi



Jakarta—Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merilis daftar peserta didik, sekolah/madrasah, dan provinsi dengan rerata nilai Ujian Nasional (UN) SMP Tahun Pelajaran 2012/2013 murni tertinggi. Sebanyak 12 peserta ujian dari 3.667.241 total peserta ujian meraih nilai tertinggi.

Mereka adalah Stella Angelina, dari SMP Kasih Karunia, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta, dengan nilai 9.90; Petra Julian Abigail, dari SMP Tarakanita 4, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta dengan nilai 9.90; Anak Agung Ayu Vira Sonia, SMP N 1 Denpasar, Kota Denpasar, Bali, dengan nilai  9.90; dan Jessica Jane, SMP Kristen 1 BPK Penabur, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta dengan nilai 9.89.

Berikutnya, Shofiya Qurrotu A'yunin, MTS N 1 Malang, Kota Malang, Jakarta Timur dengan nilai 9.85; Cahaya Carla Bangsawan, SMP N 2 Kota Bandar Lampung, Lampung dengan nilai 9.85; Kirana Widiani Lestari, SMP Negeri 85, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta dengan nilai 9.84; Setiati Nur Chasanah, SMP N 1 Magelang, Kota Magelang, Jawa Tengah, dengan nilai 9.84; dam Maratus Solichah, SMP N 1 Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan nilai 9.84;

Selanjutnya, Farrell Gerard Adeovinson Rey, SMP Masehi Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dengan nilai 9.84; Juligo Al Paraby Saragih, SMP Swasta Al-Muslimin Pandan. Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dengan nilai 9.84; dan Biani Masita Himawan, SMP N 1 Denpasar, Kota Denpasar, Bali dengan nilai 9.84.
Adapun 10 SMP/MTs dengan rerata nilai UN tertinggi adalah SMPN 1 Magelang, Jawa Tengah dengan rerata nilai 9,14, SMPN 115 Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta (9,11), Labschool Kebayoran, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta (9,08), dan SMPN 1 Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (9,06).

Berikutnya adalah SMPN 1 Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur (9,05), SMPN 1 Denpasar, Kota Denpasar, Bali (9,05), SMP Kanisius, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta (9,03), SMP K 2 Penabur, Kota Jakarta Pusat (9,01), SMPN 49 Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta (8,98), dan SMPN 1 Surabaya, Jawa Timur (8,97).

Sementara 10 Provinsi dengan rerata UN murni tertinggi adalah DKI Jakarta (7,50), Sumatera Utara (7,10), Sumatera Selatan (6,75), Papua Barat (6,67), Jawa Timur (6,61), Kalimantan Tengah (6,55), Bali (6,45), Nusa Tenggara Barat (6,44), Kalimantan Selatan (6,42), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (6,39).

Sumber: Kemdikbud